Pengertian Fertilitas, Faktor yang Mempengaruhi Fertilitas, Pola Fertilitas, dan Kebijakan Pengendalian Kelahiran di Indonesia


FERTILITAS PENDUDUK


A.    Fertilitas
Fertilitas merupakan kemampuan berproduksi yang sebenarnya dari penduduk (actual reproduction performance). Atau jumlah kelahiran hidup yang dimiliki oleh seorang atau sekelompok perempuan. Kelahiran yang dimaksud disini hanya mencakup kelahiran hidup, jadi bayi yang dilahirkan menunjukan tanda-tanda hidup meskipun hanya sebentar dan terlepas dari lamanya bayi itu dikandung.
Fertilitas sebagai istilah demografi diartikan sebagai hasil reproduksi yang nyata dari seseorang wanita atau sekelompok wanita. Dengan kata lain fertilitas ini menyangkut banyaknya bayi yang lahir hidup. Fekunditas, sebaliknya, merupakan potensi fisik untuk melahirkan anak. Jadi merupakan lawan arti kata sterilitas. Natalitas mempunyai arti sama dengan fertilitas hanya berbeda ruang lingkupnya. Fertilitas mencakup peranan kelahiran pada perubahan penduduk sedangkan natalitas mencakup peranan kelahiran pada perubahan penduduk dan reproduksi manusia.
Istilah fertilitias sering disebut dengan kelahiran hidup (live birth), yaitu terlepasnya bayi dari rahim seorang wanita dengan adanya tanda-tanda kehidupan, seperti bernapas, berteriak, bergerak, jantung berdenyut dan lain sebagainya. Sedangkan paritas merupakan jumlah anak yang telah dipunyai oleh wanita. Apabila waktu lahir tidak ada tanda-tanda kehidupan, maka disebut dengan lahir mati (still live) yang di dalam demografi tidak dianggap sebagai suatu peristiwa kelahiran.
Kemampuan fisiologis wanita untuk memberikan kelahiran atau berpartisipasi dalam reproduksi dikenal dengan istilah fekunditas. Tidak adanya kemampuan ini disebut infekunditas, sterilitas atau infertilitas fisiologis.
Pengetahuan yang cukup dapat dipercaya mengenai proporsi dari wanita yang tergolong subur dan tidak subur belum tersedia. Ada petunjuk bahwa di beberapa masyarakat yang dapat dikatakan semua wanita kawin dan ada tekanan sosial yang kuat terhadap wanita/ pasangan untuk mempunyai anak, hanya sekiat satu atau dua persen saja dari mereka yang telah menjalani perkawinan beberapa tahun tetapi tidak mempunyai anak. Seorang wanita dikatakan subur jika wanita tersebut pernah melahirkan paling sedikit seorang bayi.
Pengukuran fertilitas lebih kompleks dibandingkan dengan pengukuran mortalitas (kematian) karena seorang wanita hanya meninggal sekali, tetapi dapat melahirkan lebih dari seorang bayi. Kompleksnya pengukuran fertilitas ini karena kelahiran melibatkan dua orang (suami dan istri), sedangkan kematian hanya melibatkan satu orang saja (orang yang meninggal). Seseorang yang meninggal pada hari dan waktu tertentu, berarti mulai saat itu orang tersebut tidak mempunyai resiko kematian lagi. Sebaliknya, seorang wanita yang telah melahirkan seorang anak, tidak berarti resiko melahirkan dari wanita tersebut menurun.

Pengaruh Fertilitas
Menurut Ida Bagus Mantra (1985), terdapat sejumlah factor yang dapat mempengaruhi fertilitas yang dibedakan atas factor-faktor demografi dan factor-faktor non demografi. Factor-faktor demografi antara lain: struktur atau komposisi umur, status perkawinan, umur kawin pertama, keperidian atau fekunditas, dan proporsi penduduk yang kawin. Factor-faktor non demografi antaranya keadaan ekonomi penduduk, tingkat pendidikan, perbaikan status wanita, urbanisasi dan industrialisasi. Factor-faktor tersebut dapat berpengaruh secara langsung ataupun tidak langsung terhadap fertilitas.
Beberapa penulis kependudukan terdahulu cenderung percaya bahwa yang menentukan fertilitas adalah faktor-faktor non ekonomi (analisa fertilitas diluar analisa ekonomi). Namun seiring dengan terus berkembangnya ilmu ekonomi, kepercayaan tentang hubungan fertilitas dengan faktor ekonomi semakin kuat, seperti dengan munculnya ide “Neo Mathusian” yang berpendapat bahwa peningkatan pendapatan mempunyai pengaruh terhadap fertilitas. Teori ini menekankan pada pembatasan pertumbuhan penduduk dengan menggunakan pembatasan kelahiran.
Teori ekonomi kependudukan yang dikemukakan oleh beberapa ahli menjelaskan bahwa faktor-faktor yang menentukan jumlah kelahiran anak yang diinginkan per-keluarga diantaranya adalah berapa banyak kelahiran yang dapat dipertahankan hidup (survive). Tekanan yang utama adalah cara bertingkah laku itu sesuai dengan yang dikehendaki apabila orang melaksanakan perhitungan- perhitungan kasar mengenai jumlah kelahiran anak yang diinginkannya. Perhitungan-perhitungan demikian itu tergantung pada keseimbangan antara kepuasan atau kegunaan (utility) yang diperoleh dari biaya tambahan kelahiran seorang anak, baik berupa keuangan maupun psikis (Calwell, 1983).
MenurutSuwita (2013:4) Thomas Robert Maltus (1798) lewat karangannya yang berjudul “Essay on Principle of Populations as it Affect the Future Improvement of Society, with Remarks on the Speculations of Mr.Godwin, M.Condorcet, and Other Writers” menyatakan bahwa penduduk (seperti juga tumbuhan dan binatang) apabila tidak ada pembatasan, akan berkembang biak dengan cepat dan memenuhi dengan cepat beberapa bagian dari permukaan bumi ini. Tingginya pertumbuhan penduduk ini disebabkan karena hubungan kelamin antara laki–laki dan perempuan tidak bisa dihentikan. Disamping itu, Malthus juga berpendapat bahwa untuk hidup manusia memerlukan bahan makanan, sedangkan laju pertumbuhan bahan makanan jauh lebih lambat dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk. Apabila tidak diadakan pembatasan terhadap pertumbuhan penduduk, maka manusia akan mengalami kekurangan bahan makanan. Inilah sumber dari kemiskinan manusia yang ada di dunia khususnya pada negara berkembang. 

B.     Faktor –faktor yang mempengaruhi fertilitas
Faktor - faktor yang memengaruhi fertilitas menurut Suwita dalam Ida Bagus Mantra (1985), dibedakan atas factor – factor demografi dan factor - faktor non demografi. Faktor – faktor demografi antara lain:
1.      Struktur atau komposisi umur,
2.      status perkawinan,
3.      umur kawin pertama,                       
4.      keperidian atau fekunditas, dan
5.      proporsi penduduk yang kawin.

Faktor-faktor non demografi antaranya keadaan ekonomi penduduk, tingkat pendidikan, perbaikan status wanita, urbanisasi dan industrialisasi. Faktor-faktor tersebut dapat berpengaruh secara langsung ataupun tidak langsung terhadap fertilitas. Davis danblake (1956) dalam Ida Bagus Mantra (1985) memperinci pengaruh factor social melalui “variable antara” yang dikelompokkan sebagai berikut:
1.      variabel-variabel yang mempengaruhi hubungan kelamin;
a.       umur memulai hubungan kelamin (kawin).
b.      Selibat permanen, yaitu proporsi wanita yang tidak pernah mengadakan hubungan kelamin.
c.       Lamanya masa reproduksi yang hilang karena perceraian, perpisahan atau ditinggal pergi oleh suami, dan suami meninggal.
d.      Abstinensi sukarela.
e.       Abstinensi karena terpaksa (impotensi, sakit, berpisah sementara yang tidak dapat dihindari).
f.       Frekuensi hubungan seks.
2.      variabel-variabel yang mempengaruhi kemungkinan konsepsi;
a.       keperidian dan kemandulan (fekunditas dan infekunditas).
b.      Menggunakan atau tidak menggunakan alat kontrasepsi.
c.       Kesuburan atau kemandulan yang disengaja (sterilitas).
3.      Variable - variabel yang mempengaruhi kehamilan dan kelahiran dengan selamat.
a.       Kematian janin oleh factor - faktor yang tidak disengaja.
b.      Kematian janin oleh factor - faktor yang disengaja.  

C.    Pola Fertilitas
1.     1.  Pola Fertilitas menurut umur
Angka kelahiran (yaitu fertilitas, dan bukan fekunditas) dimulai dari nol kira-kira pada umur 15 tahun, kemudian memuncak pada umur mendekati 30 tahun, sesudah itu menurun sampai nol lagi kira-kira pada umur 49 tahun. Puncak umur yang sebenarnya maupun angka penurunan sesudah puncak tersebut untuk masing-masing penduduk maupun di dalam lingkungan penduduk itu sendiri ternyata berbeda. Perbedaan itu tergantung dari kebiasaan perkawinan, sterilitas, praktik keluarga berencana, maupun faktor-faktor lain. Walaupun demikian perbedaan fertilitas itu lebih sering terjadi di dalam tingkat kurva ini, dan bukan dalam bentuk umum yang senantiasa konstan untuk setiap penduduk maupun dari waktu ke waktu. 
2.     2.  Pola Fertilitas Menurut Perkawinan
 Semua ukuran fertilitas yang telah diuraikan dapat memberikan hasil perhitungan yang menyesatkan apabila angka perkawinan ternyata abnormal. Apabila karena beberapa alasan tertentu. Perkawinan untuk sementara waktu tertunda, dan kemudian disebabkan karena banyak fertilitas terjadi lebih awal di dalam perkawinan, maka jumlah kelahiran akan menurun, yang kemudian diikuti pula dengan kenaikan yang merupakan kompensasi dengan syarat bahwa fertilitas perkawinan total tetap konstan. Demikian pula apabila perkawinan secara temporer malah agak dipercepat, jumlah kelahiran akan meningkat, yang kemudian menurun lagi. fluktuasi jangka pendek yang disebabkan oleh perkawinan ini hendaknya dapat disingkirkan dengan meneliti fertilitas perkawinan, dan bukan fertilitas semua wanita. Di kebanyakan negara lebih dari 90% kelahiran terjadi sebagai hasil ikatan perkawinan dan sisanya dapat dihitung secara terpisah. 
Salah satu pola fertilitas yang umum ialah lamanya angka fertilitas yang menunjukkan jumlah kelahiran oleh 1000 wanita selama 0, 1, 2, ...dst tahun sesudah perkawinan. Pola tersebut dapat di hiting dengan cara membagi kelahiran oleh ibu dari pada lamanya perkawinan X dengan jumlah perkawinan X perkawinan X rahun sebelumnya untuk nilai X = 0,1, 2, ..., dst.
3. Pola Fertilitas Khusus Menurut Paritas 

Kenyataan menunjukkan bahwa perkembangan program keluarga berencana yang semakin pesat telah cenderung menyebabkan perhatian semakin ditunjukkan ke arah pembentukan jumlah keluarga yang terakhir. Gangguan ekonomi dan soosial memang dapat mempengaruhi kelahiran selama satu jangka waktu tertentu, tetapi bagaimanapun jumlah keluarga yang dikehendaki akhirnya akan dapat dicapai, dan bahwa penduduk akan mengarah kepada frekuensi distribusi tertentu menurut besarnya keluarga. Jumlah kelahiran pertama, kedua, ketiga dan seterusnya per 1000 wanita yang berumur 15-49 tahun.


D.    Kebijakan Pengendalian Kelahiran di Indonesia
a.      Program KB
Kebijakan pengendalian fertilitas di Indonesia dikenal sebagai Program Keluarga Berencana (KB) Nasional. Secara Internasional, KB diakui sebagai salah satu program pengendali fertilitas yang berhasil di negara-negara yang sedang berkembang. Keluarga Berencana (KB) merupakan program yang bertujuan untuk mengatur jumlah anak. Keluarga inti terdiri atas suami, isteri dan anak. Besarnya keluarga ditentukan oleh banyak dan sedikitnya jumlah anak. Di Indonesia jumlah anak yang dikehendaki untuk 1 keluarga yaitu sebanyak 2 anak. Usaha mengatur kelahiran; bisa berarti menambah jumlah anak yang lahir, bisa  berarti menghalangi kelahiran baru. Serta mengatur jarak antara waktu kelahiran bayi pertama dan kedua.
Pelaksanaan program KB di Indonesia telah mencapai puncak keberhasilannya sampai awal tahun 1990-an, atau sekitar 20 tahun setelah pemerintahan Soeharto. Pada masa itu tingkat fertilitas secara keseluruhan turun dari 43 menjadi 28 per 1000 kelahiran. Laju pertumbuhan penduduk berhasil ditekan dari sekitar 2,7 persen pertahun tahun 1970 menjadi 1,6 persen pertahun tahun 1991. Angka ini dipertahankan sampai petengahan tahun 1997.
·         Manfaat KB adalah :
a)      Meningkatkan kesehatan  dan kesejahteraan ibu dan anak.
b)      Mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera sebagai dasar terwujudnya masyarakat yang sejahtera.
·         Tujuan program KB adalah :
a)      Mengendalikan pertambahan penduduk melalui penurunan jumlah kelahiran.
b)      Memelihara kesehatan ibu dan anak
c)      Meningkatkan kesejahtraan masyarakat
·         Usaha peningkatan program KB :
a)      Memberikan iformasi dan memperoleh akses terhadap cara-cara keluarga berencana atau metode-metode pengaturan fertilitas yang aman, efektif, terjangkau dan dapat diterima sesuai pilihan mereka dan hak untuk memperoleh pelayanan pemeliharaan kesehatan yang tepat yang memungkinkan perempuan dengan selamat menjalani kehamilan dan melahirkan anak yang sehat.
b)      Meningkatkan pelayanan KB yang lengkap di setiap Puskesmas
c)      Dari segi pembiayaan disediakan dukungan fasilitas kesehatan berupa layanan yang sesuai dengan strata sosial ekonomi klien (gratis bagi mereka yang miskin dan membayar sesuai pilihan bagi strata ekonomi lain).
d)     Pemberian penghargaan dan insentif kepada keluarga yang telah berhasil melaksanakan program KB, sehingga akan menjadi contoh untuk keluarga yang lain dan  jika perilaku tersebut mulai dijalankan harapannya akan menjadi suatu kebiasaan yang akan diterapkan oleh seluruh keluarrga di Indonesia.


DAFTAR PUSTAKA

A.H. Polard.1984.Demografi Teknik.Bina Aksara:Jakarta
Ida Bagoes Mantra.1956.Demografi Umum.Pustaka Pelajar:Yogyakarta
_____.2011.Fertilitas Penduduk. diunduh dari http://widyaastuti-agrittude.blogspot.com/2011/11/fertilitas-penduduk.htmldiakses pada tanggal 16 Juli 2012


Komentar

Postingan Populer