TEORI STRUKTUR KOTA
TEORI STRUKTUR KOTA
A.
Teori Ketinggian Bangunan
Teori
yang diusulkan oleh Bergel (1955). Teori ini memperhatikan variabel ketinggian
bangunan. Di negara maju hal ini sangat diperhatikan karena menyangkut hak
seseorang untuk menikmati sinar matahari, hak seseorang untuk menikmati
keindahan alam dari tempat tertentu batas kepadatan bangunan, kepadatan
penghuni dan pemanfaatan lahan dengan aksesibilitas fisik yang tinggi. Dalam
teori ini, kecenderungan membangun secara vertikal disebabkan oleh mahalnya
harga lahan di CBD dikarenakan di sana aksesibilitasnya tinggi. Sehingga pada
hakekatnya ruang yang paling menikmati aksesibilitas paling tinggi sesungguhnya
pada “ground floor” maka ruangnya
akan ditempati oleh fungsi yang paling kuat ekonominya.
B.
Teori Sektor
Dikemukakan
pertam kali oleh Hyot (1939). Ide yang mempertimbangkan varibel sektor ini
terdapat dalam tesisinya “The Structure
and Growth of residential neighbourhoods in American Cities”. Hasil
penelitiannya mengenai pol sewa rumah tinggal di 25 kota di Amerika Serikat.
Model teori ini
yang dikembangkan Hyot masih menunjukkan persebaran zona-zona konsentrisnya.
Terlihat bahwa jalur transportasi yang menjari diberi peranan besar dalam
pembentukan pola struktur internal kotanya.
Pada
teori ini, terjadi proses penyaringan dari penduduk yang tinggal pada sektor
yang ada. Penyaringan sendiri hanya berjalan dengn baik bila private housing market berperan besar dalam proses pengadaan rumah
bagi warga kota. Dengan kata lain, bila public
housing market berperan besar dalam
pengadaan rumah maka proses penyaringan tidak relevan lagi. Teori ini dapat
dikatakan bhwa persebaran rumah berdasar kualitas fisik mengikuti pola sektor.
Berikut penjelasan zona-zona dalam teori sektor:
a)
Central Business District (CBD)
Pusat kota yang relatif terletak di tengah kota yang
berbentuk bundar.
b)
Daerah grosir
dan manufaktur
Zona yang
bentuknya taji ini menembus keluar dari lingkaran sehingga gambaran konsentris
mengabur adanya. Peranan transportasi
dan komunikasi menghubungkan CBD dengan daerah luarny mengontrol zona ini.
c)
Zona permukiman
kelas rendah
Dihuni oleh
penduduk yang mempunyai kemampuan ekonomi lemah. Zona ini bila ditelah lebih
lanjut terdapat suatu yang wajar sebagai konsekuensi logis. Kebanyakan penduduk
di zona ini adalah bridge headers dengan
kemampuan ekonomi rendah cenderung bertempat tinggal di bagian tertentu yang
dekat dengan tempat kerja demi pnghematan biaya hidup.
d)
Zona permukiman
kelas menengah
Daerah ini
rumahnya relatif lebih besar dibanding zona 3 dengan kondisi lingkungan yang
lebih baik. Golongan ini dalam taraf kondisi kemampuan ekonomi yang menanjak
dan semakin mapan.
e)
Zona permukiman
kelas tinggi
Daerah ini
menjanjikan kepuasan, kenyamanan bertempat tinggal. Penduduk dengan penghasilan
yang tinggi mampu membangun tempat hunian yang sangat mahal sampai “luxurioius”. kelompok disini disebut “status sneakers”, yaitu rang yang kuat
status ekonominya dan berusaha mencari pengkuan orang lain dalam hal ketinggian
status sosial.
C.
Teori Poros
Pandangan
ini menekankan peranan transportasi dalam mempengaruhi struktur keruangan kota.
Ide ini dikemukakan oleh Babcock (1932) sebagai ide penyempurna teori
konsentris. Teori ini terdapat asumsi bahwa mobilitas fungsi dan penduduk
mempunyai intensitas yang sama dalam konfigurasi relief kota yang seragam.
Faktor utama yng mempengaruhi mobilitas adalah poros transportasi yang
menghubungkan CBD dengan daerah bagian luarnya. Keberadaan poros transportaasi
menurut Babcock, mengakibatkan distorsi pola konsentris karena sepannjang rute
berasosiasi dengan mobilitas yang tinggi.
Daerah
yang dilalui transportasi mempunyai perkembangan fisik yang berbeda dengan
daerah diantara jalur-jalur transportasi ini. Akibatnya, timbul sebuah bentuk
persebaran keruangan yang disebuut “star-shaped
pattern/ octopus-like pattern”. Dalam hal ini aksesibilitas diartikan dalam
perbandingan antara waktu dan biaya dalam hubungannya dengan sistem
transportasi yang ada.
Pada
teori poros perkembangan zona pada daerah sepanjang transportasi akan terlihat
lebih besar dibanding daerah yang terletak diantaranya (intersitial areas). Berdasarkan gambar di atas daerah yang tidak
ada layanan transport cepat atau kawasan intersitial
areas juga dapat bersaing dengan yang mendapatkan layanan transporasi cepat
dalam “time cost” karena jarak ke
pusat lebih kecil.
D.
Teori Multiple Nuclai Model
Harris dan Ullman
mengemukakan bahwa di dalam suatu kota terdapat kenyataan yang lebih kompleks
dari apa yang dikemukakan oleh Burgess dan Hoyt. Harris dan Ullman berpendapat
bahwa pertumbuhan disebabkan oleh munculnya pusat-pusat tambahan yang masing-masing
akan menjadi pusat pertumbuhan. Di sekeliling pusat-pusat tambahan tersebut
akan membentuk suatu pengelompokan tata guna tanah yang berhubungan secara
personal. Dan dari keadaan tersebut akan memungkinkan lahirnya struktur kota
yang memiliki sel-sel pertumbuhan.
Daerah-daerah yang
bertipe sel-sel atau nucleus tersebut misalnya pelabuhan, kawasan industri,
stasiun, maupun kawasan perkotaan. Jadi yang memiliki pusat bukan hanya kota,
juga daerah-daerah pinggiran atau tepian kota memiliki pusat-pusat yang menaungi
penduduk. Menurut Haris dan Ullman. Pengelompokan tata guna tanah disuatu kota
lebih cenderung menggunakan perhitungan secara ekonomis.
Zone-zone keruangannya
seperti erlihat pada gambar di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
a)
Zone 1 : Central Business District
Zona ini berupa
pusat kotayang menampung sebagian besar kegiatan kota. Zona tersebut berupa
pusat fasilitas transportasi dan di dalamnya terdapat distrik spesialisasi
pelayanan, seperti distrik khusus perbankan.
b)
Zone 2 : Whosale
Light Manufacturing
Keberadaan
fungsi sangat membutuhkan jasa angkutan besar maka fungsi ini banyak
mengelompok sepanjang jalan kereta api dan dekat dengan CBD. Zona ini tidak
berada di sekeliling zona 1 tetapi hnya berdekatan saja.
c)
Zone 3 : Daerah
permukiman kelas rendah
Dalam hal ini
ada persaingan mendapatkan lokasi yang nyaman antara golongan berpenghasilan
tinggi dengan golongan yang rendah. namun hasilnya sudah bisa diramalkan bahwa
golongan rendh akan memperoleh daerah yang kurang baik. zona ini dekat dengan
pabrik-pabrik, jalan kereta api dan drainasenya jelek.
d)
Zone 4 : Daerah
permukiman kelas menengah
Zona ini lebih
baik dari zona 3, baik dari segi fisik maupun penyediaan fasilitas
kehidupannya.
e)
Zone 5 : Daerah
permukiman kelas tinggi
Zona ini mempunyai
kondisi yang lebih baik dari zona permukimn lainnya dalam artian fisik maupun
penyediaan fasilitas. Lingkungan alamnya menjanjikan kehidupan yang tenteram,
aman, sehat dan menyenangkan. Hanya penduduk berpenghasilan tinggi yang mampu
mmiliki lahan dan rumah di sini. Lokasi relatif jauh dari CBD, industri berat
dan ringan, namun dalam memenuhi kebutuhan sehri-hari di dekatnya dibangun
business district yang fungsinya ak kalah dengan CBD.
f)
Zone 6 : Heavy Manufacturing
Zona ini
merupakan konsentrasi pabrik-pabrik besar. Zona yang berdekatan dengan zona ini
biasanya mengalami pencemaran, kebisingan dan lain sebagainya. Di daerah ini
terdapat berbagai lapangan pekerjaan yang banyak. Sehingga wajar, kelompok
berpenghasilan rendah banyak bertempat tinggal di sini.
g)
Zona 7 :
Business District lainnya
Zona ini muncul
untuk memenuhhi kebutuhan zona 4 dan 5 sekaligus menarik fungsi lain untuk
berada di sekitarnya.
h)
Zona 8 : Zona
tempat tinggal di daerah pinggiran
Penduduk di sini
sebagian besar bekerja di pusat kota dan zona ini semata-mata digunakan untuk
tempat tinggal. Makin lama zona ini akan makin berkembang dan menarik fungsi
lain juga, seperti perkntoran, perbelanjaan dan lain-lain.
i)
Zona 9 : zona
industri di daerah pinggiran
Perkembangan
industri lainnya unsur transportasi selalu menjadi prasyarat untuk hidupnya
fungsi ini. Walau terletak di pinggiran zona ini dijangkau jalur transpot yang
memadai.
Sumber:
Yunus, Hadi
Sabari. 2015. Struktur Tata Ruang Kota.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
http://geoenviron.blogspot.co.id/2014/01/teori-struktur-tata-ruang-dan.html diakses pada tanggal 23 Maret 2016 pukul 19.45
http://eprints.undip.ac.id/34134/5/1648_chapter_II.pdf diakses pada tanggal 25 Maret 2016 pukul 18.50
Komentar
Posting Komentar